Disusun
oleh :
Ana
Jauharul Islam (0910310009)
Hendra
Arie Ch (0910310062)
Kelas
F
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 5 tahun 1992, pasal 22 ayat 1, disebutkan:“Benda cagar budaya bergerak
atau benda cagar budaya tertentu baik yang dimiliki oleh Negara maupun
perseorangan dapat disimpan dan atau dirawat di museum”, dan menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 19 tahun 1995, pasal 1 ayat 1, tercantum: “Museum adalah
lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan
benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya
guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa”. Adanya undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut, jelas
menunjukkan bahwa museum sepatutnya menjadi satu-satunya institusi tempat
penyimpanan benda-benda hasil budaya. Jika hal ini
benar-benar dipenuhi, maka museum berkewajiban menampung semua benda cagar
budaya bergerak (dapat dipindahkan) yang harus disimpan dan dirawat agar dapat
dimanfaatkan dalam penelitian, baik untuk pengembangan ilmu
pengetahuan maupun sebagai sarana pemahaman sejarah dan budaya.
Fungsi
kebaradaan museum sangat penting sebagai pusat informasi,
pusat pengetahuan, dan pusat penelitian tentang kebudayaan daerah dan
dapat dirasakan manfaatnya. Sebagai pusat konservasi budaya, museum memiliki
peran yang sangat strategis dalam memelihara dan memperkenalkan kebudayaan,
khususnya budaya materi, kepada masyarakat agar masyarakat dapat memahami
dinamika dan keanekaragaman budaya yang ada. Pemahaman keanekaragaman budaya
sangat diperlukan oleh bangsa Indonesia yang bersifat multietnik, dengan
pemahaman tersebut kelompok etnik tertentu diharapkan dapat menghargai dan
mengerti budaya dari kelompok etnik yang lain.
Persoalan kebudayaan merupakan bagian penting dalam
proses pembangunan. Kebudayaan terkait dengan persoalan karakter
dan mental bangsa yang menentukan keberhasilan pembangunan di Indonesia.
Apabila mental dan karakter bangsa yang cenderung destruktif dan koruptif
tentunya tujuan pembangunan akan sulit terlaksana, begitu pula sebaliknya. Di
sisi lain pembangunan multisektor lainnya juga membutuhkan peranan kebudayaan
untuk mendukung suksesnya program-program yang akan dijalankan. Seringkali
timbul permasalahan, ketidakberhasilan sasaran program yang dijalankan di
daerah disebabkan oleh kurangnya dukungan dari faktor budaya masyarakat
tertentu.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) 2005-2025 mengamanatkan bahwa arah kebijakan pembangunan kebudayaan
antara lain adalah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang bermoral,
beretika dan berbudaya, ditandai oleh (a) terwujudnya karakter bangsa yang
tangguh, kompetitif, dan bermoral tinggi yang dicirikan dengan watak dan
perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman dan taqwa kepada Tuhan
Yang Maha Esa, berbudi luhur, toleran, bergotong royong, patriotik, dinamis,
dan berorientasi iptek; dan (b) makin mantapnya budaya bangsa yang tercermin
dalam meningkatnya peradaban, harkat dan martabat manusia Indonesia, dan
memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa. Di samping itu menurut Prof Soerjanto,
pembangunan kebudayaan di Indonesia harus mampu menumbuhkan nilai-nilai
kebudayaan antara lain (1) Pertumbuhan ekonomi, (2) Pertumbuhan diri, (3)
Solidaritas bangsa, (4) Pemerataan, (5) Partisipasi masyarakat, (6) Otonomi,
(7) Keadilan sosial, (8) Keamanan, dan (9) Keseimbangan lingkungan.
Disini penulis kemudian tertarik untuk mendalami
khususnya pada aspek sosial budaya
terutama dalam program memperkokoh karakter dan jatidiri
bangsa, karena dengan adanya program ini merupakan suatu kegiatan yang langsung
bersentuhan dengan masyarakat terutama dalam ranah pendidikan. Masyarakat
terutama generasi muda akan bisa lebih bermoral, beretika dan berbudaya dengan
baik, yaitu dengan mengetahui pemahaman
keanekaragaman budaya untuk memelihara dan memperkenalkan kebudayaan.
Museum sebagai satu-satunya
institusi tempat penyimpanan benda-benda hasil budaya sangatlah berperan
sebagai pembentuk moral dan karakter suatu masyarakat dan bangsa bangsa
indonesia.
1.2 Rumusan
Masalah
1.2.1 Bagaimana
Peranan pembangunan terutama pada aspek sosial budaya dalam pendayagunaan
museum dan cagar budaya untuk pendidikan serta pembangunan jatidiri bangsa?
1.2.2 Apakah dengan adanya program memperkokoh
karakter dan jatidiri bangsa dapat mampu menjadikan masyarakat bermoral, beretika
dan berbudaya dengan baik?
BAB
II
KAJIAN
PUSTAKA
2.1
Karakter
Karakter sering
diberi padanan kata watak, tabiat, perangai atau akhlak. Dalam bahasa Inggris character diberi arti a
distinctive differentiating mark,
tanda yang membedakan secara khusus. Karakter adalah keakuatan rohaniah, het geestelijk ik, yang nampak dalam keseluruhan sikap dan perilaku, yang
dipengaruhi oleh bakat, atau potensi dalam diri dan lingkungan. Karakter
juga diberi makna the stable and distinctive qualities built into an individual’s
life which determines his response regardless of circumstances. Dengan demikian karakter adalah suatu kualitas yang mantap
dan khusus, sebagai pembeda, yang terbentuk dalam kehidupan individu yang
menentukan sikap dalam mengadakan reaksi terhadap rangsangan dengan tanpa
terpengaruh oleh situasi lingkungan sewaktu.
Karakter
terbentuk oleh faktor endogeen
atau dalam diri dan faktor exogeen
atau luar diri. Sebagai contoh rakyat Indonesia semula dikenal bersikap ramah,
memiliki hospitalitas yang tinggi, suka membantu dan peduli terhadap
lingkungan, dan sikap baik yang lain; dewasa ini telah luntur tergerus arus
global, berubah menjadi sikap yang kurang terpuji, seperti egois, mementingkan
diri sendiri, mencaci maki pihak lain, mencari kesalahan pihak lain, tidak
bersahabat dan sebagainya. Hal ini mungkin saja didorong oleh keinginan untuk
bersaing sebagai salah satu kompetensi yang harus dikembangkan dalam era
globalisasi. Karakter dapat berubah akibat pengaruh lingkungan, oleh karena itu
perlu usaha membangun karakter dan menjaganya agar tidak terpengaruh oleh
hal-hal yang menyesatkan dan menjerumuskan.
Ada ahli
yang berpendapat bahwa manusia bersifat unik, tercipta dalam perbedaan
individual, nampak dalam tingkat kecerdasan, dalam kemampuan ungkapan emosional
dan manifestasi kemauan. Manusia juga dibekali oleh Tuhan dengan kemampuan
untuk membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, meski
ukuran benar-salah dan baik-buruk mengalami perkembangan sesuai dengan
pertumbuhan yang dialami oleh manusia dan tantangan zamannya. Dengan demikian
moral dan karakter pada manusia melekat secara kodrati, namun selalu mengalami
per-kembangan sesuai dengan pertumbuhan dan tantangan yang dihadapi. Karakter
mem-bentuk ciri khas individu atau entitas, suatu kualitas yang menentukan suatu individu atau entitas, sedemikian rupa
sehingga diakui sebagai suatu pribadi yang mem-bedakan dengan individu atau
entitas lain. Kualitas yang menggambarkan suatu karakter bersifat unik,
khas, yang mencerminkan pri-badi individu atau entitas dimaksud, yang akan
selalu nampak secara konsisten dalam sikap dan perilaku individu atau entitas
dalam menghadapi setiap permasalahan.
2.2
Jatidiri Bangsa
Jatidiri
yang dalam bahasa Inggris disebut identity adalah suatu kualitas
yang menentukan suatu individu atau entitas sedemikian rupa sehingga diakui
sebagai suatu pribadi yang membedakan dengan individu atau entitas yang lain.
Kualitas yang meng-gambarkan suatu jatidiri bersifat unik, khas, yang
mencerminkan pribadi individu atau entitas dimaksud. Jatidiri merupakan pencerminan
individu atau suatu entitas yang mempribadi dalam diri individu atau entitas
yang selalu nampak dengan konsisten dalam sikap dan perilaku individu atau
entitas yang bersangkutan dalam menghadapi setiap permasalahan.
Ada
sementara pihak yang membedakan antara pengertian identitas diri dan jatidiri.
Identitas diri lebih
menggambarkan penampilan lahiriah dalam bentuk sikap dan perilaku yang membaku
dan mempribadi seperti ramah, pemarah, introvert, extravert, optimistik,
pesimistik, dan sebagainya. Sedang jatidiri
adalah kualitas yang menggambarkan integritas individu atau suatu entitas,
sebagai karunia Tuhan, yang mencerminkan harkat dan martabat individu atau
entitas dimaksud secara utuh. Jatidiri mengandung nilai-nilai dasar yang akan
memberikan corak terhadap jatidiri bagi pendukungnya. Jatidiri suatu bangsa
yang menganut faham individualistik liberalistik akan berbeda dengan jatidiri
suatu bangsa yang menganut faham kolektivistik, sosialistik atau kegotong royongan.
Demikian pendapat mereka.
Jatidiri
bangsa akan nampak dalam karakter bangsa yang merupakan perwujudan dari
nilai-nilai luhur bangsa. Bagi bangsa Indonesia nilai-nilai luhur bangsa
terdapat dalam dasar negara Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni Pancasila, yang merupakan
pengejawantahan dari konsep religiositas,
humanitas, nasionalitas, sovereinitas dan sosialitas. Membangun jatidiri bangsa Indonesia berarti membangun
jatidiri setiap manusia Indonesia, yang tiada lain adalah membangun Manusia Pancasila.
2.3
Nilai dan Norma
Nilai
adalah kualitas yang melekat pada suatu hal ihwal, perkara atau subyek tertentu
yang berakibat dipilih atau tidaknya hal ihwal, perkara atau subyek tersebut
dalam kehidupan masyarakat. Suatu pemerintahan yang adil selalu menjadi dambaan
rakyat. Lukisan yang indah selalu diburu oleh para kolektor lukisan. Orang yang
jujur selalu dihargai oleh masyarakatnya, dan sebagai-nya. Apabila nilai idaman
dapat terwujud, maka akan menimbulkan rasa puas diri pada masyarakat, yang bemuara
pada rasa tent-ram, nyaman, sejahtera dan bahagia. Nilai yang dipergunakan
sebagai ukuran untuk menentukan atau menilai suatu tingkah laku manusia disebut
norma. Norma adalah berasal dari bahasa Latin yang artinya siku-siku, suatu
alat untuk mengukur apakah suatu obyek tegak lurus atau miring. Demikian pula
halnya dengan norma kehidupan, diperguna-kan manusia sebagai pegangan atau
ukuran dalam bersikap dan bertindak; apakah sikap dan tingskah lakunya
menyimpang atau tidak menyimpang dari nilai yang telah ditetapkan. Dalam hidup
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dikenal berbagai norma, seperti norma
agama, norma adat, norma moral, norma hukum dan sebagainya. Perkembang-an nilai
menjadi norma sangat tergantung dari masyarakat masing-masing serta tantangan
zaman. Masing-masing mendukung nilai sesuai dengan bidangnya.
2.4
Kaitan Karakter, Jatidiri, Nilai dan Norma Kehidupan
Karakter,
jatidiri, nilai dan norma kehidupan perlu didudukkan secara tepat dan
proporsional agar tidak terjadi kerancuan dan kakacauan dalam memanfaatkan dan
me-nerapkannya baik dalam wacana maupun dalam praktek kehidupan. Setiap subyek,
individu, atau entitas untuk dapat diakui eksistensinya perlu memiliki
identitas atau ciri khusus yang membedakannya dengan subyek, individu atau entitas
lain. Identitas atau ciri khusus yang telah mempribadi, menyatu dengan subyek,
individu atau entitas tersebut disebut jatidiri Jatidiri ini akan
menampakkan wajahnya dalam bentuk sikap dan perilaku subyek, individu atau
entitas terhadap tantangan yang terkena pada dirinya. Apabila perilaku ini
telah membaku sehingga tidak peduli pada situasi dan kondisi yang meliputinya,
maka sikap dan perilaku tersebut berkembang menjadi karakter. Dengan demikian
jatidiri suatu subyek, individu atau suatu entitas akan menampak-kan dalam
karakter, yang akan termanifestasi dalam sikap dan perilaku dalam
menganti-sipasi permasalahan dan tantangan yang dihadapi. Kita kenal individu
yang berkarakter teguh dan konsisten, ada yang memiliki karakter selalu berubah
setiap saat, sehingga sukar sekali ditebak dan diperhitungkan. Yang pertama
sering disebut berkarakter baja, sedang yang kedua berkarakter bunglon, atau
tidak memiliki pendirian.
Karakter
merupakan perpaduan antara faktor intern yang terdapat dalan diri individu dan faktor
ekstern yakni lingkungan tempat individu berhubungan. Sebagai konsekuensi-nya,
karakter mengandung nilai-nilai tertentu, yang biasanya bersumber dari nilai
yang berkembang dalam masyarakat tempat individu hidup bermasyarakat, berbangsa
dan bernegara. Sebagai akibat karakter akan mengalami perubahan, sedang
jatidiri pada hakikatnya bersifat tetap. Meskipun perkembangan karakter tidak
dibenarkan menyimpang dari nilai dasar yang menjadi ciri khas jatidiri.
Dari
uraian tersebut nampak jelas bahwa setiap individu atau entitas perlu memiliki
jatidiri yang merupakan ciri khas yang membedakan dengan individu atau entitas
yang lain. Jatidiri individu atau suatu entitas akan nampak dalam karakter
individu atau entitas dimaksud. Karakter berisi nilai-nilai terpilih yang
dipegang oleh individu atau entitas dalam menghadapi segala permassalahan.
Nilai-nilai terpilih tersebut kemudian dijadikan pedoman dalam bersikap dan
bertingkah laku sehingga menjadi faktor pengukur sikap dan perilaku individu
atau entitas. Demikian gambaran secara singkat kaitan antara jatidiri,
karakter, nilai dan norma kehidupan.
BAB
III
PEMBAHASAN
3.1 Peranan pembangunan pada aspek sosial
budaya dalam pendayagunaan museum dan cagar budaya untuk pendidikan serta
pembangunan jatidiri bangsa
Tiga pilar utama permuseuman dan cagar budaya di
Indonesia yaitu: 1) mencerdaskan kehidupan bangsa; 2) kepribadian bangsa; 3)
ketahanan nasional dan wawasan nusantara. Ketiga pilar ini merupakan landasan
kegiatan operasional museum dan cagar budaya yang dibutuhkan di era globalisasi
ini. Pada saat masyarakat mulai kehilangan orientasi akar budaya atau jati
dirinya, maka museum dan cagar budaya dapat mempengaruhi dan memberi inspirasi
tentang hal-hal penting yang harus diketahui dari masa lalu untuk menuju ke masa
depan. Oleh karena itu untuk menempatkan museum dan cagar budaya pada posisi
sebenarnya yang strategis, diperlukan gerakan bersama penguatan pemahaman,
apresiasi dan kepedulian akan identitas dan perkembangan budaya bangsa yang
harus terbangun pada tataran semua komponen masyarakat bangsa Indonesia baik
dalam skala lokal, regional maupun nasional. Gerakan bersama tersebut dinamakan
Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM).
Gerakan Nasional Cinta Museum adalah upaya
penggalangan kebersamaan antar pemangku kepentingan dan pemilik kepentingan
dalam rangka pencapaian fungsionalisasi museum guna memperkuat apresiasi
masyarakat terhadap nilai kesejarahan dan budaya bangsa. Gerakan ini bertujuan
untuk membenahi peran dan posisi museum dan cagar budaya yang difokuskan pada
pembangunan aspek internal maupun eksternal. Aspek internal lebih kepada
revitalisasi fungsi museum dalam rangka penguatan pencitraan melalui pendekatan
konsep manajemen yang terkait dengan fisik dan non fisik. Aspek eksternal lebih
kepada konsep kemasan program yaitu menggunakan bentuk sosialisasi dan kampanye
pada masyarakat sebagai bagian dari stakeholder.
Tahun Kunjung Museum 2010 merupakan sebuah momentum
awal untuk memulai Gerakan Nasional Cinta Museum. Maka dapat dikatakan bahwa
Tahun Kunjung Museum dan cagar budaya ini adalah upaya Kementerian Kebudayaan
dan Pariwisata yang didasarkan pada pemikiran bahwa museum merupakan bagian
dari pranata sosial yang memiliki tanggung jawab mencerdaskan bangsa,
menggalang persatuan dan kesatuan, memberikan layanan kepada masyarakat,
melestarikan aset bangsa sebagai sumber penguatan pemahaman, apresiasi, dan
kepedulian pada identitas bangsa. Hal ini untuk memperkuat posisi (reposisi)
museum sebagai jendela budaya dan bagian dari pranata kehidupan sosial budaya
Bangsa Indonesia.
Gerakan Nasional Cinta Museum ini akan dilaksanakan
secara bertahap selama lima tahun dalam rangka menggalang kebersamaan antar
pemangku dan pemilik kepentingan (share dan stakeholder) untuk memperkuat
fungsi museum dan cagar budaya pada posisi yang dicita-citakan guna memperkuat
apresiasi masyarakat terhadap nilai kesejarahan dan budaya bangsa. Pencapaian
fungsionalisasi museum tersebut yang kemudian disebut sebagai Gerakan Nasional
Cinta Museum.
Gerakan Nasional Cinta Museum adalah upaya
Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata untuk mengembangkan museum-museum dan
cagar budaya yang ada di Indonesia agar siap bersaing. Mari kita jadikan
Gerakan Nasional ini sebagai momentum kebangkitan museum dan cagar budaya di
Indonesia yang diawali dengan Tahun Kunjung Museum dan cagar budaya 2010.
Artinya, uraian diatas sudah cukup jelas untuk
kemudian menggambarkan apa sih, peranan pembangunan pada aspek sosial budaya dalam pendayagunaan museum
dan cagar budaya untuk pendidikan serta pembangunan jatidiri bangsa.
Yang pasti gerakan bersama tersebut dinamakan Gerakan Nasional Cinta Museum
(GNCM) akan menciptakan pembangunan sosial budaya secara holistik sehingga
museum dan cagar budaya didalam memiliki tanggung jawab mencerdaskan bangsa,
menggalang persatuan dan kesatuan, memberikan layanan kepada masyarakat,
melestarikan aset bangsa sebagai sumber penguatan pemahaman, apresiasi, dan
kepedulian pada identitas bangsa.
3.2 Program memperkokoh karakter dan
jatidiri bangsa
Permasalahan utama yang dihadapi adalah
rentannya/lemahnya ketahanan budaya, yang tercermin antara lain dari: (1)
lemahnya kemampuan dalam menyikapi dinamika perubahan sebagai akibat dari
tuntutan jaman yang secara kental diwarnai oleh derasnya serbuan budaya global.
Kebudayaan nasional yang diharapkan mampu sebagai katalisator dalam mengadopsi
nilai-nilai universal yang luhur dan sekaligus sebagai filter terhadap masuknya
budaya global yang bersifat negatif ternyata belum mampu berfungsi sebagaimana
mestinya. Tanpa adanya sikap adaptif kritis, maka adopsi budaya negatif antara lain: sikap konsumtif,
individualis-hedonis, akan lebih cepat prosesnya dibandingkan dengan adopsi
budaya positif-produktif. Disamping itu, disadari pula masih kuatnya budaya
lokal tradisional yang seharusnya sudah ditinggalkan karena menghambat kemajuan
diantaranya: budaya paternalistik, budaya patriarkhi, dan budaya
ketergantungan; (2) terjadinya gejala krisis identitas sebagai akibat semakin
melemahnya norma-norma lama dan belum terkonsolidasinya norma baru, yang telah
mengakibatkan terjadinya sikap ambivalensi dan disorientasi tata nilai.
Disorientasi tata nilai, ditambah dengan tumbuh suburnya semangat kebebasan,
telah menyuburkan tumbuhnya pandangan yang serba boleh (permisive) yang telah
mengakibatkan menguatnya berbagai macam divergensi dalam berbagai tata
kehidupan masyarakat, yang apabila hal tersebut berkembang secara berlebihan,
selain akan menyulitkan upaya untuk memadukan gerak langkah pembangunan, juga
cenderung memicu konflik diberbagai tataran kehidupan. Krisis multidimensi yang
berkepanjangan telah memberikan kontribusi terhadap semakin melemahnya rasa
kepercayaan diri dan kebanggaan sebagai suatu bangsa, dan menguatnya sikap
ketergantungan, bahkan lebih jauh telah menyuburkan sikap inferioritas. Menipisnya
semangat nasionalisme tersebut juga sebagai akibat dari lemahnya kemampuan
bangsa dalam mengelola keragaman (pluralitas) yang menjadi ciri khas obyektif
bangsa Indonesia. Hal tersebut tersebut
tercermin dari menguatnya
kohesifitas kelompok, etnik, dan agama, yang terkadang berujung pada
konflik sosial dan bahkan disintegrasi bangsa. Sebagai akibatnya terjadi suatu
proses degradasi terhadap semangat kejuangan dan pengorbanan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Selain itu, permasalahan mendesak dalam pembangunan
kebudayaan adalah adanya kecenderungan semakin
menurunnya tingkat pengelolaan aset-aset budaya, baik yang bersifat
tangible ataupun intangible, terutama yang ada di daerah pasca otonomi daerah,
bahkan terdapat beberapa asset budaya yang sudah dialihfungsikan. Hal ini jelas
akan berbahaya bagi pelestarian aset budaya nasional yang tidak saja sangat
penting peranannya dalam menjaga ikatan kesejarahan, tetapi juga sangat penting sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Ë PARADIGMA MEMBANGUN KARAKTER DAN
JATIDIRI BANGSA
1. Jatidiri bangsa merupakan hal ihwal
atau perkara yang sangat esensial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehilangan
jatidiri bangsa sama saja dengan kehilangan segalanya, bahkan akan berakibat
tereliminasinya Negara bangsa. Oleh karena itu bila kita tetap menghendaki
berdaulat dan dihargai sebagai negara-bangsa dalam percaturan internasional,
perlu menjaga eksistensi dan kokohnya jatidiri bangsa. Pengalaman sejarah
menunjukkan bahwa hanya bangsa yang memiliki karakter yang kokoh dan tangguh
mampu mengatasi krisis yang dihadapi oleh negara-bangsa dengan berhasil baik.
2. Jatidiri bangsa akan nampak dalam
karakter bangsa yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai luhur bangsa . Bagi
bangsa Indonesia nilai-nilai luhur bangsa terdapat dalam dasar negara
Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni Pancasila, yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yakni Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia,
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Membangun jatidiri bangsa Indonesia berarti membangun jatidiri setiap manusia
Indonesia, yang tiada lain adalah membangun Manusia Pancasila.
3. Dalam rangka membangun jatidiri
Manusia Pancasila, setiap manusia Indonesia wajib memahami konsep, prinsip dan
nilai yang terkandung dalam Pancasila, untuk difahami, didalami, serta
diimplementasikan dalam kehidupan yang nyata, baik dalam kehidupan politik,
ekonomi, sosial budaya dan hankam.
4. Membangun karakter bangsa yang
merupakan pencerminan jatidiri bangsa merupakan suatu kerja terus menerus tanpa
henti. Oleh karena itu perlu di rancang suatu program yang mantap,
berkesinambungan, dan terpadu mengenai Program Memperkokoh Karakter dan
Jatidiri Bangsa. Program tersebut meliputi: (a) tujuan yang hendak diwujudkan, (b) materi yang diperlukan dalam pembangunan karakter dan jatidiri
bangsa, (c) organisasi atau
lembaga penyelenggara, (d) pelaksana,
(e) sarana dan prasarana, serta (f) pendanaan pendukungnya. Mengingat
begitu mendasarnya masalah pembinaan karakter bangsa, maka harus ditangani oleh
lembaga pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan
Nasional dan kementerian lain terkait.
5. Sasaran utama dalam pembangunan
karakter dan jatidiri bangsa adalah para pendidik, tenaga kependidikan dan para
pemimpin masyarakat. Bila para pendidik, tenaga kependidikan dan para pimpinan
masyarakat telah memiliki karakter dan jatidiri seperti yang diharapkan maka
masyarakat luas akan segera mengikutinya. Suatu realitas me-nunjukkan bahwa
masyarakat Indonesia masih bersifat ikutan.
Pendekatan
yang ditempuh dalam rangka membina karakter bangsa dengan cara membangun
karakter setiap manusia Indonesia. Dalam rangka membangun jatidiri manusia
Indonesia akan menyentuh tiga dimensi yakni dimensi pribadi, dimensi warganegara,
dan dimensi tenaga pembangunan
dalam mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya, yakni Manusia Pancasila. Untuk
itulah perlu difahami karakter manusia sebagai pribadi, sebagai warganegara dan
sebagai tenaga pembangunan. Pembangunan karakter bangsa diarahkan untuk
mewujudkan karakter tiga dimensi tersebut.
v Jatidiri
Manusia Pancasila sebagai Pribadi
Manusia
Pancasila sebagai pribadi bertitik tolak dari suatu gagasan bahwa manusia
adalah makhluk ciptaan Tuhan, wajib beriman
dan bertakwa kepada Tuhan Yang
Maha Esa. Manusia Pancasila meyakini akan kodrat yang dikaruniakan Tuhan Yang
Maha Esa, sehingga selalu rela
menerima ketentuanNya, bersyukur
terhadap segala nikmat karuniaNya dan selalu bersikap sabar terhadap cobaanNya.
Sebagai
makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, manusia Pancasila dibekali dengan berbagai
nafsu, baik yang dapat merusak maupun membangun diri sendiri dan pihak lain.
Adapun nafsu yang merusak seperti sifat jahil, iri, dengki, pendendam, serakah,
malas, mudah tersinggung, gampang marah, beringas, dan sebagainya;
Sedangkan sifat yang baik adalah cinta dan kasih sayang, simpati, empati,
memiliki ciri tenang, lembut, lembah manah, suka melayani, berbakti dan
sebagainya. Manusia Pancasila mampu mengendalikan
diri terhadap nafsu yang bersifat merusak, serta menyalurkan secara tepat nafsu yang bersifat membangun.
Manusia
Pancasila adalah makhluk monodualis,
yang bermakna sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial,
makhluk jasmani sekaligus makhluk rokhani. Hal ini merupakan kodrat yang
ditentukan oleh Tuhan, maka manusia tidak mungkin hidup seorang diri, tetapi
selalu terikat dalam kelompok manusia yang disebut komunitas, baik itu namanya
keluarga, masyarakat, ataupun negara-bangsa.
Manusia
Pancasila menyadari dan meyakini bahwa kehidupan di dunia ini hanya berlangsung
sementara dan berlangsung dalam rangkaian dengan kehidupan lebih lanjut di
akhirat. Manusia tidak hanya terdiri atas materi yang nampak, tetapi menyatu
dengan zat yang tidak nampak yang menyebabkan manusia dapat hidup.
Manusia
Pancasila menyadari bahwa dirinya sebagai mikrokosmos menyatu dengan alam
semesta sebagai makrokosmos. Sebagai konsekuensi dari pandangan monodualistik
ini, maka manusia Pancasila tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan dan
alam sekitarnya, serta dari kehidupannya di masa yang akan datang. Ia tidak
hanya hidup untuk dirinya sendiri pada masa kini, tetapi juga memperhitungkan
kehidupan setelah hidup di dunia ini.
Manusia
Pancasila juga bersifat monopluralis.
Ia adalah makhluk pribadi yang hidup dalam kondisi kemajemukan dilihat dari
keanekaragaman agama yang dipeluk dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat,
keanekaragaman adat budaya, suku dan sebagainya. Sehingga pola hidup manusia
Pancasila bersifat inklusif,
tidak merasa dirinya yang paling benar, paling hebat dan sebagainya. Kebenaran
dapat saja terjadi pada pihak lain.
Manusia
Pancasila dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai kemampuan dasar seperti
kemampuan berfikir, perasaan, kemauan, budi nurani dan berkarya. Untuk dapat
memanifestasikan kemampuan dasar tersebut, Tuhan mengaruniai kepada manusia
suatu bekal berupa kebebasan,
yang merupakan hak untuk memilih dan menentukan sikap dan pendiriannya.
Penerapan kebebasan tersebut harus diselenggarakan secara etis dan bertanggung
jawab.
Manusia
Pancasila dalam berhubungan dengan sesama manusia didudukkan sesuai dengan kodrat, harkat, martabat dan kesetaraanya,
tanpa membedakan suku, agama, ras, keturunan dan antar golongan sehingga tidak
terjadi diskriminasi dan eksploitasi antar sesama manusia. Dengan demikian
manusia diperlakukan secara adil
dan beradab.
v Jatidiri
Manusia Pancasila sebagai Warga-negara
Dalam
kehidupan berbangsa dan bernegara, seorang manusia tidak hanya berkedudukan
sebagai pribadi, tetapi juga sebagai seorang warganegara dari suatu
negara-bangsa. Sebagai seorang warganegara, manusia Pancasila wajib memahami hak dan kewaji-bannya, serta fungsinya
dalam hidup berbangsa dan bernegara. Ia harus memahami dasar negara yang
dijadikan landasan (a) mengatur tata hubungan sesama warga negara, (b) mengatur
tata hubungan warganegara dengan lembaga-lembaga negara, (c) tata cara
memperjuangkan haknya serta melaksanakan segala kewajiban dan fungsinya sebagai
warganegara.
Seorang
warganegara terikat pada segala peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan
tidak dapat menghindari serta mengingkari terhadap hukum positif yang sah dan
berlaku. Penyimpangan dari ketentuan hukum akan dikenai sanksi hukum. Sesuai
dengan ketentuan, bahwa norma hukum bersifat memaksa, harus dipatuhi oleh
setiap warganegara tanpa kecuali. Kepatuhan
dan ketaatan warga-negara
terhadap segala peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan sasaran
pembinaan karakter yang harus dikembangkan.
Seorang
warganegara terikat pada negara-bangsanya. Ia harus merasa dirinya sebagai
warga dari suatu negara-bangsa, bangga terhadap negara-bangsanya, cinta dan
rela berkorban demi negara-bangsanya. Seorang warganegara adalah seorang patriot
bangsa, selalu menjaga persatuan atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. Dengan
demikian wawasan kebangsaan
merupakan sasaran pembinaan karakter warganegara.
v Jatidiri
Manusia Pancasila sebagai Tenaga Pembangunan
Sebagai
tenaga pembangunan, manusia Pancasila harus memiliki profesionalitas serta
ketrampilan yang diperlukan dalam berproduksi atau memberikan pelayanan.
Seorang tenaga kerja Pancasila memiliki semangat juang yang tinggi demi negara
bangsanya dan untuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Ia adalah pekerja
yang jujur, tangguh, handal, tekun, rajin, pantang menyerah, bertanggung jawab
serta memiliki motivasi yang tinggi untuk mencapai sukses. Sehingga manusia
Pancasila sebagai tenaga pembangunan adalah tenaga kerja yang berani dan mampu
bersaing dengan tenaga kerja dari manapun jua.
Dari
gambaran di atas nampak bahwa karakter yang perlu dikembangkan dalam membentuk
jatidiri manusia Indonesia tiada lain adalah karakter yang bermuatan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila baik Pancasila sebagai pandangan
hidup dalam membentuk manusia yang berakhlak mulia, Pancasila sebagai dasar negara yang
bermuatan konsep dan prinsip yang dipergunakan sebagai acuan dalam bersikap dan
bertingkah laku sebagai seorang warganegara dengan baik, sehingga memahami
serta mampu menerapkan hak dan kewajibannya, serta berwawasan kebangsaan maupun
Pancasila sebagai ideologi nasional yang memberikan arahan dalam melaksanakan pembangunan.
Ë
PROGRAM MEMPERKOKOH KARAKTER DAN JATIDIRI BANGSA
Dalam
menyusun program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa perlu dirumuskan
tujuan yang hendak diwujudkan, materi yang dimanfaatkan dalam proses
memperkokoh karakter dan jatidiri, tenaga pelaksana dan sebagainya. Berikut
disampaikan uraian mengenai hal-hal tersebut.
1. Tujuan program Memperkokoh Karakter dan
Jatidiri Bangsa
Program
Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa diarahkan pada pembangunan
jatidiri bangsa Indonesia. Sesuai dengan pendekatan tersebut di atas maka
tujuan membangun karakter bangsa adalah mengembangkan karakter manusia baik
sebagai manusia pribadi, sebagai warganegara maupun sebagai tenaga pembangunan.
Dengan berorientasi pada pemikiran ini maka tujuan pembangunan karakter bangsa
adalah sebagai berikut:
ü Membangun individu yang memiliki
keimanan dan ketakwaan prima terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sehingga menjadi
manusia yang taat dan patuh terhadap perintah dan laranganNya sesuai dengan
ajaran agama dan kepecayaan masing-masing. Mensyukuri nikmat yang
dianugerahkanNya serta sabar dalam menerima segala ujianNya.
ü Membangun individu yang mampu
mengendalikan diri terhadap nafsu dengan jalan menghindari perilaku yang
tercela seperti riya, jahil, iri hati, dengki, dendam, serakah, sombong,
congkak, mudah tersinggung, pemarah, serta dengan mengembangkan rasa cinta dan
kasih sayang terhadap sesama, jujur, disertai sikap pengabdian diri
dengan ikhlas, ramah dan sopan santun, serta saling asah asih asuh.
ü Membangun individu yang
bersikap inklusif, dengan jalan menerima realitas kehidupan plural ditinjau
dari keanekaan ras, suku, agama, antar golongan dan adat budaya, tidak merasa
dirinya yang paling benar dan paling penting dalam hidup bersama; dengan cara
menghindari sikap eksklusif.
ü Membangun warganegara yang memahami
hak, kewajiban dan fungsinya sesuai dengan segala peraturan perundang-undangan
yang berlaku, berdasarkan Pembukaan UUD 1945, mampu dan mau untuk mengimplementasikan
dalam segala aspek dan dimensi kehidupan.
ü Membangun tenaga pembangunan yang
cerdas, terampil, profesional, beretos kerja tinggi, pantang menyerah, bekerja
keras, bertanggung jawab, berprestasi dan mampu bersaing baik di dalam maupun
di luar negeri dalam memasuki era globalisasi.
2. Materi program Memperkokoh Karakter dan
Jatidiri Bangsa
Dalam
rangka membangun manusia Pancasila sebagai pribadi perlu dikembangkan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai pandangan hidup;
dalam rangka membangun manusia Pancasila sebagai warganegara perlu dikembangkan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar negara, sedangkan
untuk membangun manusia Pancasila sebagai tenaga pembangunan perlu dikembangkan
nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai Ideologi nasional. Sebagai
konsekuensi maka dalam membangun karakter dan jatidiri manusia Indonesia
digunakan materi sebagai berikut:
·
Pancasila
sebagai Dasar Negara;
·
Pancasila
sebagai Ideologi Nasional
·
Pancasila
sebagai Pandangan Hidup;
·
Pancasila
sebagai Perekat Bangsa
·
Wawasan
Kebangsaan dan Bhinneka Tunggal Ika
·
Pancasila
sebagai Jatidiri Bangsa.
3. Lembaga implementasi program Memperkokoh
Karakter dan Jatidiri Bangsa
Memperkokoh
karakter dan jatidiri bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah
dan masyarakat, maka baik pemerintah maupun masyarakat wajib berpartisipasi
aktif dalam membangun karakter dan jatidiri bangsanya. Untuk itu perlu dibentuk
Tim Pelaksana Program MKJB (Tim P2MKJB) di tingkat pusat, propinsi, dan
kabupaten/kota untuk memberikan bimbingan dan arahan pelaksanaan program MKJB.
Dalam melaksanakan tugasnya Tim P2MKJB didukung oleh tenaga ahli, administrasi,
perencana, pelaksana dalam berbagai bidang disiplin ilmu dan kegiatan. Struktur
organisasi Tim diusulkan sebagai berikut:
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Tiga pilar utama permuseuman dan cagar budaya di
Indonesia yaitu: 1) mencerdaskan kehidupan bangsa; 2) kepribadian bangsa; 3)
ketahanan nasional dan wawasan nusantara. Ketiga pilar ini merupakan landasan
kegiatan operasional museum dan cagar budaya yang dibutuhkan di era globalisasi
ini. Pada saat masyarakat mulai kehilangan orientasi akar budaya atau jati
dirinya, maka museum dan cagar budaya dapat mempengaruhi dan memberi inspirasi
tentang hal-hal penting yang harus diketahui dari masa lalu untuk menuju ke
masa depan.
Permasalahan utama yang dihadapi
adalah rentannya atau lemahnya ketahanan budaya, yang tercermin antara lain
dari: (1) lemahnya kemampuan dalam menyikapi dinamika perubahan sebagai akibat
dari tuntutan jaman yang secara kental diwarnai oleh derasnya serbuan budaya
global. (2) terjadinya gejala krisis identitas sebagai akibat semakin
melemahnya norma-norma lama dan belum terkonsolidasinya norma baru, yang telah
mengakibatkan terjadinya sikap ambivalensi dan disorientasi tata nilai.
Pendekatan
yang ditempuh dalam rangka membina karakter bangsa dengan cara membangun
karakter setiap manusia Indonesia. Dalam rangka membangun jatidiri manusia
Indonesia akan menyentuh tiga dimensi yakni dimensi pribadi, dimensi warganegara,
dan dimensi tenaga pembangunan
dalam mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya, yakni Manusia Pancasila. Untuk
itulah perlu difahami karakter manusia sebagai pribadi, sebagai warganegara dan
sebagai tenaga pembangunan. Pembangunan karakter bangsa diarahkan untuk
mewujudkan karakter tiga dimensi tersebut.
DAFTAR
PUSTAKA
http://jurnal-h2o.blogspot.com/2009/06/dilema-pembangunan-kebudayaan-cultural.html,
diakses 28 april2012
http://rivaldiligia.wordpress.com/2011/07/07/pembangunan
kebudayaan untuk peningkatan-kesejahteraan-masyarakat/, diakses 28
april2012
http://lppkb.wordpress.com/2011/03/28/program-memperkokoh-karakter-dan-jatidiri
bangsa/ diakses 28 april2012