Sabtu, 02 Juni 2012

PENDAYAGUNAAN MUSEUM DAN CAGAR BUDAYA UNTUK PENDIDIKAN SERTA PEMBANGUNAN JATI DIRI BANGSA (Program Memperkokoh karakter dan Jatidiri Bangsa)


Disusun oleh :
Ana Jauharul Islam     (0910310009)
Hendra Arie Ch          (0910310062)
Kelas F
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 tahun 1992, pasal 22 ayat 1, disebutkan:“Benda cagar budaya bergerak atau benda cagar budaya tertentu baik yang dimiliki oleh Negara maupun perseorangan dapat disimpan dan atau dirawat di museum”, dan menurut Peraturan Pemerintah Nomor 19 tahun 1995, pasal 1 ayat 1, tercantum: “Museum adalah lembaga, tempat penyimpanan, perawatan, pengamanan, dan pemanfaatan benda-benda bukti materiil hasil budaya manusia serta alam dan lingkungannya guna menunjang upaya perlindungan dan pelestarian kekayaan budaya bangsa”. Adanya undang-undang dan peraturan pemerintah tersebut, jelas menunjukkan bahwa museum sepatutnya menjadi satu-satunya institusi tempat penyimpanan benda-benda hasil budaya. Jika hal ini benar-benar dipenuhi, maka museum berkewajiban menampung semua benda cagar budaya bergerak (dapat dipindahkan) yang harus disimpan dan dirawat agar dapat dimanfaatkan dalam penelitian, baik untuk  pengembangan ilmu pengetahuan maupun sebagai sarana pemahaman sejarah dan budaya.
Fungsi kebaradaan museum sangat penting sebagai pusat informasi, pusat pengetahuan, dan pusat penelitian tentang kebudayaan daerah dan dapat dirasakan manfaatnya. Sebagai pusat konservasi budaya, museum memiliki peran yang sangat strategis dalam memelihara dan memperkenalkan kebudayaan, khususnya budaya materi, kepada masyarakat agar masyarakat dapat memahami dinamika dan keanekaragaman budaya yang ada. Pemahaman keanekaragaman budaya sangat diperlukan oleh bangsa Indonesia yang bersifat multietnik, dengan pemahaman tersebut kelompok etnik tertentu diharapkan dapat menghargai dan mengerti budaya dari kelompok etnik yang lain.
Persoalan kebudayaan merupakan bagian penting dalam proses pembangunan.   Kebudayaan terkait dengan persoalan karakter dan mental bangsa yang menentukan keberhasilan pembangunan di Indonesia. Apabila mental dan karakter bangsa yang cenderung destruktif dan koruptif tentunya tujuan pembangunan akan sulit terlaksana, begitu pula sebaliknya. Di sisi lain pembangunan multisektor lainnya juga membutuhkan peranan kebudayaan untuk mendukung suksesnya program-program yang akan dijalankan. Seringkali timbul permasalahan, ketidakberhasilan sasaran program yang dijalankan di daerah disebabkan oleh kurangnya dukungan dari faktor budaya masyarakat tertentu.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 mengamanatkan bahwa arah kebijakan pembangunan kebudayaan antara lain adalah untuk  mewujudkan masyarakat Indonesia yang bermoral, beretika dan berbudaya, ditandai oleh (a) terwujudnya karakter bangsa yang tangguh, kompetitif, dan bermoral tinggi yang dicirikan dengan watak dan perilaku manusia dan masyarakat Indonesia yang beriman dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi luhur, toleran, bergotong royong, patriotik, dinamis, dan berorientasi iptek; dan (b) makin mantapnya budaya bangsa yang tercermin dalam meningkatnya peradaban, harkat dan martabat manusia Indonesia, dan memperkuat jati diri dan kepribadian bangsa. Di samping itu menurut Prof Soerjanto, pembangunan kebudayaan di Indonesia harus mampu menumbuhkan nilai-nilai kebudayaan antara lain (1) Pertumbuhan ekonomi, (2) Pertumbuhan diri, (3) Solidaritas bangsa, (4) Pemerataan, (5) Partisipasi masyarakat, (6) Otonomi, (7) Keadilan sosial, (8) Keamanan, dan (9) Keseimbangan lingkungan.
Disini penulis kemudian tertarik untuk mendalami khususnya pada aspek sosial budaya terutama dalam program memperkokoh karakter dan jatidiri bangsa, karena dengan adanya program ini merupakan suatu kegiatan yang langsung bersentuhan dengan masyarakat terutama dalam ranah pendidikan. Masyarakat terutama generasi muda akan bisa lebih bermoral, beretika dan berbudaya dengan baik, yaitu dengan mengetahui pemahaman keanekaragaman budaya untuk memelihara dan memperkenalkan kebudayaan. Museum sebagai satu-satunya institusi tempat penyimpanan benda-benda hasil budaya sangatlah berperan sebagai pembentuk moral dan karakter suatu masyarakat dan bangsa bangsa indonesia.

       1.2 Rumusan Masalah
       1.2.1    Bagaimana Peranan pembangunan terutama pada aspek sosial budaya dalam pendayagunaan museum dan cagar budaya untuk pendidikan serta pembangunan jatidiri bangsa?
1.2.2    Apakah dengan adanya program memperkokoh karakter dan jatidiri bangsa dapat mampu menjadikan masyarakat bermoral, beretika dan berbudaya dengan baik?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Karakter
Karakter sering diberi padanan kata watak, tabiat, perangai atau akhlak. Dalam bahasa Inggris character diberi arti a distinctive differentiating mark, tanda yang membedakan secara khusus. Karakter adalah keakuatan rohaniah, het geestelijk ik, yang nampak dalam keseluruhan sikap dan perilaku, yang dipengaruhi oleh bakat, atau potensi  dalam diri dan lingkungan. Karakter juga diberi makna the stable and distinctive qualities built into an individual’s life which determines his response regardless of circumstances. Dengan demikian karakter adalah suatu kualitas yang mantap dan khusus, sebagai pembeda, yang terbentuk dalam kehidupan individu yang menentukan sikap dalam mengadakan reaksi terhadap rangsangan dengan tanpa terpengaruh oleh situasi lingkungan sewaktu.
Karakter terbentuk oleh faktor endogeen atau dalam diri dan faktor exogeen atau luar diri. Sebagai contoh rakyat Indonesia semula dikenal bersikap ramah, memiliki hospitalitas yang tinggi, suka membantu dan peduli terhadap lingkungan, dan sikap baik yang lain; dewasa ini telah luntur tergerus arus global, berubah menjadi sikap yang kurang terpuji, seperti egois, mementingkan diri sendiri, mencaci maki pihak lain, mencari kesalahan pihak lain, tidak bersahabat dan sebagainya. Hal ini mungkin saja didorong oleh keinginan untuk bersaing sebagai salah satu kompetensi yang harus dikembangkan dalam era globalisasi. Karakter dapat berubah akibat pengaruh lingkungan, oleh karena itu perlu usaha membangun karakter dan menjaganya agar tidak terpengaruh oleh hal-hal yang menyesatkan dan menjerumuskan.
Ada ahli yang berpendapat bahwa manusia bersifat unik, tercipta dalam perbedaan individual, nampak dalam tingkat kecerdasan, dalam kemampuan ungkapan emosional dan manifestasi kemauan. Manusia juga dibekali oleh Tuhan dengan kemampuan untuk membedakan yang benar dan yang salah, yang baik dan yang buruk, meski ukuran benar-salah dan baik-buruk mengalami perkembangan sesuai dengan pertumbuhan yang dialami oleh manusia dan tantangan zamannya. Dengan demikian moral dan karakter pada manusia melekat secara kodrati, namun selalu mengalami per-kembangan sesuai dengan pertumbuhan dan tantangan yang dihadapi. Karakter mem-bentuk ciri khas individu atau entitas, suatu kualitas yang menentukan suatu individu atau entitas, sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi yang mem-bedakan dengan individu atau entitas lain. Kualitas yang menggambarkan suatu karakter bersifat unik, khas, yang mencerminkan pri-badi individu atau entitas dimaksud, yang akan selalu nampak secara konsisten dalam sikap dan perilaku individu atau entitas dalam menghadapi setiap permasalahan.

2.2 Jatidiri Bangsa
Jatidiri yang  dalam bahasa Inggris disebut identity adalah suatu kualitas yang menentukan suatu individu atau entitas sedemikian rupa sehingga diakui sebagai suatu pribadi yang membedakan dengan individu atau entitas yang lain. Kualitas yang meng-gambarkan suatu jatidiri bersifat unik, khas, yang mencerminkan pribadi individu atau entitas dimaksud. Jatidiri merupakan pencerminan individu atau suatu entitas yang mempribadi dalam diri individu atau entitas yang selalu nampak dengan konsisten dalam sikap dan perilaku individu atau entitas yang bersangkutan dalam menghadapi setiap permasalahan.
Ada sementara pihak yang membedakan antara pengertian identitas diri dan jatidiri. Identitas diri lebih menggambarkan penampilan lahiriah dalam bentuk sikap dan perilaku yang membaku dan mempribadi seperti ramah, pemarah, introvert, extravert, optimistik, pesimistik, dan sebagainya. Sedang jatidiri adalah kualitas yang menggambarkan integritas individu atau suatu entitas, sebagai karunia Tuhan, yang mencerminkan harkat dan martabat individu atau entitas dimaksud secara utuh. Jatidiri mengandung nilai-nilai dasar yang akan memberikan corak terhadap jatidiri bagi pendukungnya. Jatidiri suatu bangsa yang menganut faham individualistik liberalistik akan berbeda dengan jatidiri suatu bangsa yang menganut faham kolektivistik, sosialistik atau kegotong royongan. Demikian pendapat mereka.
Jatidiri bangsa akan nampak dalam karakter bangsa yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai luhur bangsa. Bagi bangsa Indonesia nilai-nilai luhur bangsa  terdapat dalam dasar negara Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni Pancasila, yang merupakan pengejawantahan dari konsep religiositas, humanitas, nasionalitas, sovereinitas dan sosialitas. Membangun jatidiri bangsa Indonesia berarti membangun jatidiri setiap manusia Indonesia, yang tiada lain adalah membangun Manusia Pancasila.
2.3 Nilai dan Norma
Nilai adalah kualitas yang melekat pada suatu hal ihwal, perkara atau subyek tertentu yang berakibat dipilih atau tidaknya hal ihwal, perkara atau subyek tersebut dalam kehidupan masyarakat. Suatu pemerintahan yang adil selalu menjadi dambaan rakyat. Lukisan yang indah selalu diburu oleh para kolektor lukisan. Orang yang jujur selalu dihargai oleh masyarakatnya, dan sebagai-nya. Apabila nilai idaman dapat terwujud, maka akan menimbulkan rasa puas diri pada masyarakat, yang bemuara pada rasa tent-ram, nyaman, sejahtera dan bahagia. Nilai yang dipergunakan sebagai ukuran untuk menentukan atau menilai suatu tingkah laku manusia disebut norma. Norma adalah berasal dari bahasa Latin yang artinya siku-siku, suatu alat untuk mengukur apakah suatu obyek tegak lurus atau miring. Demikian pula halnya dengan norma kehidupan, diperguna-kan manusia sebagai pegangan atau ukuran dalam bersikap dan bertindak; apakah sikap dan tingskah lakunya menyimpang atau tidak menyimpang dari nilai yang telah ditetapkan. Dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara dikenal berbagai norma, seperti norma agama, norma adat, norma moral, norma hukum dan sebagainya. Perkembang-an nilai menjadi norma sangat tergantung dari masyarakat masing-masing serta tantangan zaman. Masing-masing mendukung nilai sesuai dengan bidangnya.

2.4 Kaitan Karakter, Jatidiri, Nilai dan Norma Kehidupan
Karakter, jatidiri, nilai dan norma kehidupan perlu  didudukkan secara tepat dan proporsional agar tidak terjadi kerancuan dan kakacauan dalam memanfaatkan dan me-nerapkannya baik dalam wacana maupun dalam praktek kehidupan. Setiap subyek, individu, atau entitas untuk dapat diakui eksistensinya perlu memiliki identitas atau ciri khusus yang membedakannya dengan subyek, individu atau entitas lain. Identitas atau ciri khusus yang telah mempribadi, menyatu dengan subyek, individu atau entitas tersebut disebut jatidiri  Jatidiri ini akan menampakkan wajahnya dalam bentuk sikap dan perilaku subyek, individu atau entitas terhadap tantangan yang terkena pada dirinya. Apabila perilaku ini telah membaku sehingga tidak peduli pada situasi dan kondisi yang meliputinya, maka sikap dan perilaku tersebut berkembang menjadi karakter. Dengan demikian jatidiri suatu subyek, individu atau suatu entitas akan menampak-kan dalam karakter, yang akan termanifestasi dalam sikap dan perilaku dalam menganti-sipasi permasalahan dan tantangan yang dihadapi. Kita kenal individu yang berkarakter teguh dan konsisten, ada yang memiliki karakter selalu berubah setiap saat, sehingga sukar sekali ditebak dan diperhitungkan. Yang pertama sering disebut berkarakter baja, sedang yang kedua berkarakter bunglon, atau tidak memiliki pendirian.
Karakter merupakan perpaduan antara faktor intern yang terdapat dalan diri individu dan faktor ekstern yakni lingkungan tempat individu berhubungan. Sebagai konsekuensi-nya, karakter mengandung nilai-nilai tertentu, yang biasanya bersumber dari nilai yang berkembang dalam masyarakat tempat individu hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Sebagai akibat karakter akan mengalami perubahan, sedang jatidiri pada hakikatnya bersifat tetap. Meskipun perkembangan karakter tidak dibenarkan menyimpang dari nilai dasar yang menjadi ciri khas jatidiri.
Dari uraian tersebut nampak jelas bahwa setiap individu atau entitas perlu memiliki jatidiri yang merupakan ciri khas yang membedakan dengan individu atau entitas yang lain. Jatidiri individu atau suatu entitas akan nampak dalam karakter individu atau entitas dimaksud. Karakter berisi nilai-nilai terpilih yang dipegang oleh individu atau entitas dalam menghadapi segala permassalahan. Nilai-nilai terpilih tersebut kemudian dijadikan pedoman dalam bersikap dan bertingkah laku sehingga menjadi faktor pengukur sikap dan perilaku individu atau entitas. Demikian gambaran secara singkat kaitan antara jatidiri, karakter, nilai dan norma kehidupan.

BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Peranan pembangunan pada aspek sosial budaya dalam pendayagunaan museum dan cagar budaya untuk pendidikan serta pembangunan jatidiri bangsa
Tiga pilar utama permuseuman dan cagar budaya di Indonesia yaitu: 1) mencerdaskan kehidupan bangsa; 2) kepribadian bangsa; 3) ketahanan nasional dan wawasan nusantara. Ketiga pilar ini merupakan landasan kegiatan operasional museum dan cagar budaya yang dibutuhkan di era globalisasi ini. Pada saat masyarakat mulai kehilangan orientasi akar budaya atau jati dirinya, maka museum dan cagar budaya dapat mempengaruhi dan memberi inspirasi tentang hal-hal penting yang harus diketahui dari masa lalu untuk menuju ke masa depan. Oleh karena itu untuk menempatkan museum dan cagar budaya pada posisi sebenarnya yang strategis, diperlukan gerakan bersama penguatan pemahaman, apresiasi dan kepedulian akan identitas dan perkembangan budaya bangsa yang harus terbangun pada tataran semua komponen masyarakat bangsa Indonesia baik dalam skala lokal, regional maupun nasional. Gerakan bersama tersebut dinamakan Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM).
Gerakan Nasional Cinta Museum adalah upaya penggalangan kebersamaan antar pemangku kepentingan dan pemilik kepentingan dalam rangka pencapaian fungsionalisasi museum guna memperkuat apresiasi masyarakat terhadap nilai kesejarahan dan budaya bangsa. Gerakan ini bertujuan untuk membenahi peran dan posisi museum dan cagar budaya yang difokuskan pada pembangunan aspek internal maupun eksternal. Aspek internal lebih kepada revitalisasi fungsi museum dalam rangka penguatan pencitraan melalui pendekatan konsep manajemen yang terkait dengan fisik dan non fisik. Aspek eksternal lebih kepada konsep kemasan program yaitu menggunakan bentuk sosialisasi dan kampanye pada masyarakat sebagai bagian dari stakeholder.
Tahun Kunjung Museum 2010 merupakan sebuah momentum awal untuk memulai Gerakan Nasional Cinta Museum. Maka dapat dikatakan bahwa Tahun Kunjung Museum dan cagar budaya ini adalah upaya Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata yang didasarkan pada pemikiran bahwa museum merupakan bagian dari pranata sosial yang memiliki tanggung jawab mencerdaskan bangsa, menggalang persatuan dan kesatuan, memberikan layanan kepada masyarakat, melestarikan aset bangsa sebagai sumber penguatan pemahaman, apresiasi, dan kepedulian pada identitas bangsa. Hal ini untuk memperkuat posisi (reposisi) museum sebagai jendela budaya dan bagian dari pranata kehidupan sosial budaya Bangsa Indonesia.
Gerakan Nasional Cinta Museum ini akan dilaksanakan secara bertahap selama lima tahun dalam rangka menggalang kebersamaan antar pemangku dan pemilik kepentingan (share dan stakeholder) untuk memperkuat fungsi museum dan cagar budaya pada posisi yang dicita-citakan guna memperkuat apresiasi masyarakat terhadap nilai kesejarahan dan budaya bangsa. Pencapaian fungsionalisasi museum tersebut yang kemudian disebut sebagai Gerakan Nasional Cinta Museum.
Gerakan Nasional Cinta Museum adalah upaya Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata untuk mengembangkan museum-museum dan cagar budaya yang ada di Indonesia agar siap bersaing. Mari kita jadikan Gerakan Nasional ini sebagai momentum kebangkitan museum dan cagar budaya di Indonesia yang diawali dengan Tahun Kunjung Museum dan cagar budaya 2010.
Artinya, uraian diatas sudah cukup jelas untuk kemudian menggambarkan apa sih, peranan pembangunan pada aspek sosial budaya dalam pendayagunaan museum dan cagar budaya untuk pendidikan serta pembangunan jatidiri bangsa. Yang pasti gerakan bersama tersebut dinamakan Gerakan Nasional Cinta Museum (GNCM) akan menciptakan pembangunan sosial budaya secara holistik sehingga museum dan cagar budaya didalam memiliki tanggung jawab mencerdaskan bangsa, menggalang persatuan dan kesatuan, memberikan layanan kepada masyarakat, melestarikan aset bangsa sebagai sumber penguatan pemahaman, apresiasi, dan kepedulian pada identitas bangsa.

       3.2 Program memperkokoh karakter dan jatidiri bangsa
Permasalahan utama yang dihadapi adalah rentannya/lemahnya ketahanan budaya, yang tercermin antara lain dari: (1) lemahnya kemampuan dalam menyikapi dinamika perubahan sebagai akibat dari tuntutan jaman yang secara kental diwarnai oleh derasnya serbuan budaya global. Kebudayaan nasional yang diharapkan mampu sebagai katalisator dalam mengadopsi nilai-nilai universal yang luhur dan sekaligus sebagai filter terhadap masuknya budaya global yang bersifat negatif ternyata belum mampu berfungsi sebagaimana mestinya. Tanpa adanya sikap adaptif kritis, maka adopsi budaya negatif  antara lain: sikap konsumtif, individualis-hedonis, akan lebih cepat prosesnya dibandingkan dengan adopsi budaya positif-produktif. Disamping itu, disadari pula masih kuatnya budaya lokal tradisional yang seharusnya sudah ditinggalkan karena menghambat kemajuan diantaranya: budaya paternalistik, budaya patriarkhi, dan budaya ketergantungan; (2) terjadinya gejala krisis identitas sebagai akibat semakin melemahnya norma-norma lama dan belum terkonsolidasinya norma baru, yang telah mengakibatkan terjadinya sikap ambivalensi dan disorientasi tata nilai. Disorientasi tata nilai, ditambah dengan tumbuh suburnya semangat kebebasan, telah menyuburkan tumbuhnya pandangan yang serba boleh (permisive) yang telah mengakibatkan menguatnya berbagai macam divergensi dalam berbagai tata kehidupan masyarakat, yang apabila hal tersebut berkembang secara berlebihan, selain akan menyulitkan upaya untuk memadukan gerak langkah pembangunan, juga cenderung memicu konflik diberbagai tataran kehidupan. Krisis multidimensi yang berkepanjangan telah memberikan kontribusi terhadap semakin melemahnya rasa kepercayaan diri dan kebanggaan sebagai suatu bangsa, dan menguatnya sikap ketergantungan, bahkan lebih jauh telah menyuburkan sikap inferioritas. Menipisnya semangat nasionalisme tersebut juga sebagai akibat dari lemahnya kemampuan bangsa dalam mengelola keragaman (pluralitas) yang menjadi ciri khas obyektif bangsa Indonesia. Hal tersebut tersebut  tercermin dari menguatnya  kohesifitas kelompok, etnik, dan agama, yang terkadang berujung pada konflik sosial dan bahkan disintegrasi bangsa. Sebagai akibatnya terjadi suatu proses degradasi terhadap semangat kejuangan dan pengorbanan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Selain itu, permasalahan mendesak dalam pembangunan kebudayaan adalah adanya kecenderungan semakin  menurunnya tingkat pengelolaan aset-aset budaya, baik yang bersifat tangible ataupun intangible, terutama yang ada di daerah pasca otonomi daerah, bahkan terdapat beberapa asset budaya yang sudah dialihfungsikan. Hal ini jelas akan berbahaya bagi pelestarian aset budaya nasional yang tidak saja sangat penting peranannya dalam menjaga ikatan kesejarahan, tetapi juga  sangat penting sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Ë PARADIGMA MEMBANGUN KARAKTER DAN JATIDIRI BANGSA
1. Jatidiri bangsa merupakan hal ihwal atau perkara yang sangat esensial dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kehilangan jatidiri bangsa sama saja dengan kehilangan segalanya, bahkan akan berakibat tereliminasinya Negara bangsa. Oleh karena itu bila kita tetap menghendaki berdaulat dan dihargai sebagai negara-bangsa dalam percaturan internasional, perlu menjaga eksistensi dan kokohnya jatidiri bangsa. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa hanya bangsa yang memiliki karakter yang kokoh dan tangguh mampu mengatasi krisis yang dihadapi oleh negara-bangsa dengan berhasil baik.
2. Jatidiri bangsa akan nampak dalam karakter bangsa yang merupakan perwujudan dari nilai-nilai luhur bangsa . Bagi bangsa Indonesia nilai-nilai luhur bangsa  terdapat dalam dasar negara Negara Kesatuan Republik Indonesia yakni Pancasila, yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945 yakni Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Membangun jatidiri bangsa Indonesia berarti membangun jatidiri setiap manusia Indonesia, yang tiada lain adalah membangun Manusia Pancasila.
3. Dalam rangka membangun jatidiri Manusia Pancasila, setiap manusia Indonesia wajib memahami konsep, prinsip dan nilai yang terkandung dalam Pancasila, untuk difahami, didalami, serta diimplementasikan dalam kehidupan yang nyata, baik dalam kehidupan politik, ekonomi, sosial budaya dan hankam.
4. Membangun karakter bangsa yang merupakan pencerminan jatidiri bangsa merupakan suatu kerja terus menerus tanpa henti. Oleh karena itu perlu di rancang suatu program yang mantap, berkesinambungan, dan terpadu mengenai Program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa. Program tersebut meliputi: (a) tujuan yang hendak diwujudkan, (b) materi yang diperlukan dalam pembangunan karakter dan jatidiri bangsa, (c) organisasi atau lembaga penyelenggara, (d) pelaksana, (e) sarana dan prasarana, serta (f) pendanaan pendukungnya. Mengingat begitu mendasarnya masalah pembinaan karakter bangsa, maka harus ditangani oleh lembaga pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendidikan Nasional dan kementerian lain terkait.
5. Sasaran utama dalam pembangunan karakter dan jatidiri bangsa adalah para pendidik, tenaga kependidikan dan para pemimpin masyarakat. Bila para pendidik, tenaga kependidikan dan para pimpinan masyarakat telah memiliki karakter dan jatidiri seperti yang diharapkan maka masyarakat luas akan segera mengikutinya. Suatu realitas me-nunjukkan bahwa masyarakat Indonesia masih bersifat ikutan.
Pendekatan yang ditempuh dalam rangka membina karakter bangsa dengan cara membangun karakter setiap manusia Indonesia. Dalam rangka membangun jatidiri manusia Indonesia akan menyentuh tiga dimensi yakni dimensi pribadi, dimensi warganegara, dan dimensi tenaga pembangunan dalam mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya, yakni Manusia Pancasila. Untuk itulah perlu difahami karakter manusia sebagai pribadi, sebagai warganegara dan sebagai tenaga pembangunan. Pembangunan karakter bangsa diarahkan untuk mewujudkan karakter tiga dimensi tersebut.
v  Jatidiri Manusia Pancasila sebagai Pribadi
Manusia Pancasila sebagai pribadi bertitik tolak dari suatu gagasan bahwa manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, wajib beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Manusia Pancasila meyakini akan kodrat yang dikaruniakan Tuhan Yang Maha Esa, sehingga selalu rela menerima ketentuanNya, bersyukur terhadap segala nikmat karuniaNya dan selalu bersikap sabar terhadap cobaanNya.
Sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, manusia Pancasila dibekali dengan berbagai nafsu, baik yang dapat merusak maupun membangun diri sendiri dan pihak lain. Adapun nafsu yang merusak seperti sifat jahil, iri, dengki, pendendam, serakah, malas, mudah tersinggung, gampang marah, beringas,  dan sebagainya; Sedangkan sifat yang baik adalah cinta dan kasih sayang, simpati, empati, memiliki ciri tenang, lembut, lembah manah, suka melayani, berbakti dan sebagainya. Manusia Pancasila mampu mengendalikan diri terhadap nafsu yang bersifat merusak, serta menyalurkan secara tepat nafsu yang bersifat membangun.
Manusia Pancasila adalah makhluk monodualis, yang bermakna sebagai makhluk individu sekaligus sebagai makhluk sosial, makhluk jasmani sekaligus makhluk rokhani. Hal ini merupakan kodrat yang ditentukan oleh Tuhan, maka manusia tidak mungkin hidup seorang diri, tetapi selalu terikat dalam kelompok manusia yang disebut komunitas, baik itu namanya keluarga, masyarakat, ataupun negara-bangsa.
Manusia Pancasila menyadari dan meyakini bahwa kehidupan di dunia ini hanya berlangsung sementara dan berlangsung dalam rangkaian dengan kehidupan lebih lanjut di akhirat. Manusia tidak hanya terdiri atas materi yang nampak, tetapi menyatu dengan zat yang tidak nampak yang menyebabkan manusia dapat hidup.
Manusia Pancasila menyadari bahwa dirinya sebagai mikrokosmos menyatu dengan alam semesta sebagai makrokosmos. Sebagai konsekuensi dari pandangan monodualistik ini, maka manusia Pancasila tidak dapat melepaskan diri dari lingkungan dan alam sekitarnya, serta dari kehidupannya di masa yang akan datang. Ia tidak hanya hidup untuk dirinya sendiri pada masa kini, tetapi juga memperhitungkan kehidupan setelah hidup di dunia ini.
Manusia Pancasila juga bersifat monopluralis. Ia adalah makhluk pribadi yang hidup dalam kondisi kemajemukan dilihat dari keanekaragaman agama yang dipeluk dan kepercayaan yang dianut oleh masyarakat, keanekaragaman adat budaya, suku dan sebagainya. Sehingga pola hidup manusia Pancasila bersifat inklusif, tidak merasa dirinya yang paling benar, paling hebat dan sebagainya. Kebenaran dapat saja terjadi pada pihak lain.
Manusia Pancasila dikaruniai oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai kemampuan dasar seperti kemampuan berfikir, perasaan, kemauan, budi nurani dan berkarya. Untuk dapat memanifestasikan kemampuan dasar tersebut, Tuhan mengaruniai kepada manusia suatu bekal berupa kebebasan, yang merupakan hak untuk memilih dan menentukan sikap dan pendiriannya. Penerapan kebebasan tersebut harus diselenggarakan secara etis dan bertanggung jawab.
Manusia Pancasila dalam berhubungan dengan sesama manusia didudukkan sesuai dengan kodrat, harkat, martabat dan kesetaraanya, tanpa membedakan suku, agama, ras, keturunan dan antar golongan sehingga tidak terjadi diskriminasi dan eksploitasi antar sesama manusia. Dengan demikian manusia diperlakukan secara adil dan beradab.

v  Jatidiri Manusia Pancasila sebagai Warga-negara
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, seorang manusia tidak hanya berkedudukan sebagai pribadi, tetapi juga sebagai seorang warganegara dari suatu negara-bangsa. Sebagai seorang warganegara, manusia Pancasila wajib memahami hak dan kewaji-bannya, serta fungsinya dalam hidup berbangsa dan bernegara. Ia harus  memahami dasar negara yang dijadikan landasan (a) mengatur tata hubungan sesama warga negara, (b) mengatur tata hubungan warganegara dengan lembaga-lembaga negara, (c) tata cara memperjuangkan haknya serta melaksanakan segala kewajiban dan fungsinya sebagai warganegara.
Seorang warganegara terikat pada segala peraturan perundang-undangan yang berlaku, dan tidak dapat menghindari serta mengingkari terhadap hukum positif yang sah dan berlaku. Penyimpangan dari ketentuan hukum akan dikenai sanksi hukum. Sesuai dengan ketentuan, bahwa norma hukum bersifat memaksa, harus dipatuhi oleh setiap warganegara tanpa kecuali. Kepatuhan dan ketaatan warga-negara terhadap segala peraturan perundang-undangan yang berlaku merupakan sasaran pembinaan karakter yang harus dikembangkan.
Seorang warganegara terikat pada negara-bangsanya. Ia harus merasa dirinya sebagai warga dari suatu negara-bangsa, bangga terhadap negara-bangsanya, cinta dan rela berkorban demi negara-bangsanya. Seorang warganegara adalah seorang patriot bangsa, selalu menjaga persatuan atas dasar Bhinneka Tunggal Ika. Dengan demikian wawasan kebangsaan merupakan sasaran pembinaan karakter warganegara.

v  Jatidiri Manusia Pancasila sebagai Tenaga Pembangunan
Sebagai tenaga pembangunan, manusia Pancasila harus memiliki profesionalitas serta ketrampilan yang diperlukan dalam berproduksi atau memberikan pelayanan. Seorang tenaga kerja Pancasila memiliki semangat juang yang tinggi demi negara bangsanya dan untuk menyejahterakan seluruh rakyat Indonesia. Ia adalah pekerja yang jujur, tangguh, handal, tekun, rajin, pantang menyerah, bertanggung jawab serta memiliki motivasi yang tinggi untuk mencapai sukses. Sehingga manusia Pancasila sebagai tenaga pembangunan adalah tenaga kerja yang berani dan mampu bersaing dengan tenaga kerja dari manapun jua.
Dari gambaran di atas nampak bahwa karakter yang perlu dikembangkan dalam membentuk jatidiri manusia Indonesia tiada lain adalah karakter yang bermuatan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila baik Pancasila sebagai pandangan hidup dalam membentuk manusia yang berakhlak mulia, Pancasila sebagai dasar negara yang bermuatan konsep dan prinsip yang dipergunakan sebagai acuan dalam bersikap dan bertingkah laku sebagai seorang warganegara dengan baik, sehingga memahami serta mampu menerapkan hak dan kewajibannya, serta berwawasan kebangsaan maupun Pancasila sebagai ideologi nasional yang memberikan arahan dalam melaksanakan pembangunan.
Ë PROGRAM MEMPERKOKOH KARAKTER DAN JATIDIRI BANGSA
Dalam menyusun program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa perlu dirumuskan tujuan yang hendak diwujudkan, materi yang dimanfaatkan dalam proses memperkokoh karakter dan jatidiri, tenaga pelaksana dan sebagainya. Berikut disampaikan uraian mengenai hal-hal tersebut.
1.      Tujuan program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa
Program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa diarahkan pada pembangunan jatidiri bangsa Indonesia. Sesuai dengan pendekatan tersebut di atas maka tujuan membangun karakter bangsa adalah mengembangkan karakter manusia baik sebagai manusia pribadi, sebagai warganegara maupun sebagai tenaga pembangunan. Dengan berorientasi pada pemikiran ini maka tujuan pembangunan karakter bangsa adalah sebagai berikut:
ü Membangun individu yang memiliki keimanan dan ketakwaan prima terhadap Tuhan Yang Maha Esa, sehingga menjadi manusia yang taat dan patuh terhadap perintah dan laranganNya sesuai dengan ajaran agama dan kepecayaan masing-masing. Mensyukuri nikmat yang dianugerahkanNya serta sabar dalam menerima segala ujianNya.
ü Membangun individu yang mampu mengendalikan diri terhadap nafsu dengan jalan menghindari perilaku yang tercela seperti riya,  jahil, iri hati, dengki, dendam, serakah, sombong, congkak, mudah tersinggung, pemarah, serta dengan mengembangkan rasa cinta dan kasih sayang terhadap  sesama, jujur, disertai sikap pengabdian diri dengan ikhlas, ramah dan sopan santun,  serta saling asah asih asuh.
ü Membangun individu yang  bersikap inklusif, dengan jalan menerima realitas kehidupan plural ditinjau dari keanekaan ras, suku, agama, antar golongan dan adat budaya, tidak merasa dirinya yang paling benar dan paling penting dalam hidup bersama; dengan cara menghindari sikap eksklusif.
ü Membangun warganegara yang memahami hak, kewajiban dan fungsinya sesuai dengan segala peraturan perundang-undangan yang berlaku, berdasarkan Pembukaan UUD 1945, mampu dan mau untuk mengimplementasikan dalam segala aspek dan dimensi kehidupan.
ü Membangun tenaga pembangunan yang cerdas, terampil, profesional, beretos kerja tinggi, pantang menyerah, bekerja keras, bertanggung jawab, berprestasi dan mampu bersaing baik di dalam maupun di luar negeri dalam memasuki era globalisasi.
2.      Materi program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa
Dalam rangka membangun manusia Pancasila sebagai pribadi perlu dikembangkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai  pandangan hidup; dalam rangka membangun manusia Pancasila sebagai warganegara perlu dikembangkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar negara, sedangkan untuk membangun manusia Pancasila sebagai tenaga pembangunan perlu dikembangkan nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai Ideologi nasional. Sebagai konsekuensi maka dalam membangun karakter dan jatidiri manusia Indonesia digunakan materi sebagai berikut:
·         Pancasila sebagai Dasar Negara;
·         Pancasila sebagai Ideologi Nasional
·         Pancasila sebagai Pandangan Hidup;
·         Pancasila sebagai Perekat Bangsa
·         Wawasan Kebangsaan dan Bhinneka Tunggal Ika
·         Pancasila sebagai Jatidiri Bangsa.
3.      Lembaga implementasi program Memperkokoh Karakter dan Jatidiri Bangsa
Memperkokoh karakter dan jatidiri bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah dan masyarakat, maka baik pemerintah maupun masyarakat wajib berpartisipasi aktif dalam membangun karakter dan jatidiri bangsanya. Untuk itu perlu dibentuk Tim Pelaksana Program MKJB (Tim P2MKJB) di tingkat pusat, propinsi, dan kabupaten/kota untuk memberikan bimbingan dan arahan pelaksanaan program MKJB. Dalam melaksanakan tugasnya Tim P2MKJB didukung oleh tenaga ahli, administrasi, perencana, pelaksana dalam berbagai bidang disiplin ilmu dan kegiatan. Struktur organisasi Tim diusulkan sebagai berikut:



BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Tiga pilar utama permuseuman dan cagar budaya di Indonesia yaitu: 1) mencerdaskan kehidupan bangsa; 2) kepribadian bangsa; 3) ketahanan nasional dan wawasan nusantara. Ketiga pilar ini merupakan landasan kegiatan operasional museum dan cagar budaya yang dibutuhkan di era globalisasi ini. Pada saat masyarakat mulai kehilangan orientasi akar budaya atau jati dirinya, maka museum dan cagar budaya dapat mempengaruhi dan memberi inspirasi tentang hal-hal penting yang harus diketahui dari masa lalu untuk menuju ke masa depan.
Permasalahan utama yang dihadapi adalah rentannya atau lemahnya ketahanan budaya, yang tercermin antara lain dari: (1) lemahnya kemampuan dalam menyikapi dinamika perubahan sebagai akibat dari tuntutan jaman yang secara kental diwarnai oleh derasnya serbuan budaya global. (2) terjadinya gejala krisis identitas sebagai akibat semakin melemahnya norma-norma lama dan belum terkonsolidasinya norma baru, yang telah mengakibatkan terjadinya sikap ambivalensi dan disorientasi tata nilai.
Pendekatan yang ditempuh dalam rangka membina karakter bangsa dengan cara membangun karakter setiap manusia Indonesia. Dalam rangka membangun jatidiri manusia Indonesia akan menyentuh tiga dimensi yakni dimensi pribadi, dimensi warganegara, dan dimensi tenaga pembangunan dalam mewujudkan manusia Indonesia seutuhnya, yakni Manusia Pancasila. Untuk itulah perlu difahami karakter manusia sebagai pribadi, sebagai warganegara dan sebagai tenaga pembangunan. Pembangunan karakter bangsa diarahkan untuk mewujudkan karakter tiga dimensi tersebut.






DAFTAR PUSTAKA
http://rivaldiligia.wordpress.com/2011/07/07/pembangunan kebudayaan untuk peningkatan-kesejahteraan-masyarakat/, diakses 28 april2012